Negara dan Tanggung Jawab terhadap Warga yang Menganggur: Antara Kewajiban Konstitusional dan Realitas Sosial
Pengangguran adalah salah satu tantangan utama dalam pembangunan nasional. Di balik angka statistik yang kerap disampaikan dalam laporan resmi, tersimpan cerita nyata tentang warga negara yang kehilangan atau tidak mendapatkan pekerjaan layak. Dalam konteks negara hukum dan negara kesejahteraan seperti Indonesia, muncul pertanyaan penting: sejauh mana negara bertanggung jawab terhadap warganya yang menganggur?
Secara normatif, tanggung jawab negara terhadap pengangguran dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dalam Pasal 27 ayat (2) menyatakan:
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Pasal ini secara eksplisit menegaskan bahwa pekerjaan bukan sekadar pilihan, melainkan hak yang harus dijamin oleh negara. Kewajiban negara untuk memastikan tersedianya lapangan kerja dan penghidupan yang layak merupakan bagian dari upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lebih lanjut, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 menyebutkan:
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
Kedua pasal tersebut menempatkan pekerjaan sebagai hak asasi yang melekat pada setiap warga negara. Oleh karena itu, ketika seseorang menjadi pengangguran, negara memiliki tanggung jawab untuk mengupayakan pemulihan kondisi tersebut melalui kebijakan dan program yang konkret.
Dalam praktiknya, tanggung jawab ini dilaksanakan melalui berbagai kebijakan publik. Salah satunya adalah program peningkatan kompetensi tenaga kerja, seperti pelatihan vokasi yang dikelola oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Negara juga menyediakan layanan bursa kerja online, dan mendorong program padat karya serta wirausaha mandiri.
Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah diperbarui sebagian dengan Undang-Undang Cipta Kerja, mengatur tentang perlindungan bagi tenaga kerja, termasuk upaya pemerintah dalam menanggulangi pengangguran. Dalam Pasal 4 UU Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan antara lain untuk:
“Memperluas kesempatan kerja dan memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.”
Namun, realitas sosial menunjukkan bahwa pelaksanaan tanggung jawab negara ini masih menghadapi banyak hambatan. Masalah ketidaksesuaian antara jumlah pencari kerja dan lapangan kerja yang tersedia, kesenjangan keterampilan, serta belum optimalnya pendataan tenaga kerja informal menjadi tantangan tersendiri.
Beberapa kelompok masyarakat, seperti lulusan baru, penyandang disabilitas, dan korban PHK, sering kali menjadi kelompok yang paling terdampak. Oleh karena itu, program jaminan sosial seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diluncurkan BPJS Ketenagakerjaan menjadi langkah positif yang menunjukkan upaya negara dalam menjawab tantangan tersebut.
Tanggung jawab negara terhadap pengangguran bukan hanya soal menciptakan lapangan kerja, tetapi juga memastikan adanya sistem perlindungan sosial yang adaptif, pendidikan yang relevan dengan kebutuhan pasar, dan akses yang merata terhadap peluang ekonomi. Dalam sistem negara hukum yang menjunjung tinggi keadilan, negara tak hanya hadir sebagai pengatur, tetapi juga pelindung hak-hak dasar rakyatnya.
0 Komen